Minggu, 07 Desember 2014

kritik untuk kepemimpinan jokowi I

saya memilih jokowi jk untuk memimpin indonesia dengan segudang expektasi. mungkin karena dia berasal dari tempat berbeda, yang saya sebut dari duniaku. dunia manusia biasa, dengan darah yang merah mengalir dalam tubuh dan tak ada turunan genetika dalam garis kebangsawanan.
saya sangat anti terhadap penindasan konyol yang telah saya telah tulis di lembaran sebelumnya. betapa sakitnya hati ini bila mendengar berita tentang ketidak berdayaan kaum miskin yang tidak dirangkul leh negara. saya sedih melihat si miskin yang ditolak berobat oleh rumahsakit, saya sedih melihat anak anak yang harus menantang maut ketika hendak pergi bersekolah. karena itu nyata, dan ada dihadapanku, dan yang terburuk dari itu semua adalah karena saya tidak mampu melakukan apa-apa selain menulis.
dan aku labuhkan harapanku pada mereka, tapi hari demi hari yang terjadi hanyalah demonstrasi yang berujung maut, pembagian dan psks yang jatuh korban dan tidak tepat sasaran. ini sama saja dengan zaman presiden yang lalu.
saya tidak berharap abrakadabra, tapi saya harapkan sistem yang terbangun dari sedetail mungkin, agar kaum yang tersakiti itu berkurang jumlahnya. bukan nyawa terbuang sia-sia, atau mengenaskan.
belum lagi ada seorang menteri wanita yang awalnya aku kagumi, malah sibuk tiap malam diwawancara televisi, lalu kapan kerjanya kalau mau meladeni pers, pers, dan pers.yang nonton berita itu berapa sih? tapi yang mau diselamatkan itu berapa?
belum lagi menguatnya dollar amerika sampai menyentuh level tertinggi dalam 6 tahun terakhir, seperti pukulan telak.
saya menagih janji jokowi yang hendak membangun sistem. ituah yang belum terlihat jelas.yang saya lihat dan rasakan hanyalah kelanjutan kerja kabinet indonesia bersatu. yang menjadi pembeda di kabinet kerja hanyalah baju putih dan munculnya srikandi susi pujiastuti, dia seperti xena the warrior princess yang datang dengan sangar menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan...
inilah kisahku tentangku tentang jokowi hingga tanggal 07 desember 2014, kiranya pemimpinkita ini benar benar membangun sistem yang mandiri dan tanpa intervensi seorang ibu dengan tahi lalat mencolok didagunya.

1 komentar:

  1. Di muka hakim kolonial, pada bagian penutup dari pleidoi ”Indonesia Menggugat” (1930), Soekarno bertutur: ”Kami menyerahkan segenap raga dengan serela-relanya kepada tanah air dan bangsa… Juga kami adalah berusaha ikut mengembalikan hak tanah air dan bangsa atau peri kehidupan yang merdeka. Tiga ratus tahun, ya walau seribu tahun pun, tidaklah bisa menghilangkan hak negeri Indonesia dan rakyat Indonesia atas kemerdekaan itu.”

    Dengan pernyataan itu, Soekarno menambatkan perjuangan kemerdekaan Indonesia ke dalam jangkar “kebangsaan”. Suatu bangsa, menurut Ernest Renan, terbentuk karena dua hal: bersama-sama menjalani suatu riwayat dan mempunyai keinginan hidup menjadi satu.

    Merdeka Tanpa Kepemimpinan

    BalasHapus